Senin, 02 Januari 2017

TENTARA KULIT HITAM AMERIKA SEMASA PDI

– HARLEM HELLFIGHTERS – 


Semasa Perang Dunia I, hampir 380.000 orang Afro-Amerika bertugas di Angkatan Bersenjata A.S. Kebanyakan dari mereka bertugas di Divisi ke-92 dan 93. Meskipun tidak ada politik perbedaan ras yang tergaris bawahi dalam perekrutan wajib militernya, tetapi setelah masuk, tentara sukarela Afro-Amerika ini disuruh untuk menyobek sedikit bagian pojok dari kartu identitas mereka untuk menandai bahwa mereka adalah orang kulit hitam, bukan orang kulit putih.

            Unit yang sepenuhnya berisi orang kulit hitam ini biasanya dipimpin oleh petugas kulit putih, dan mereka ditugaskan untuk melakukan misi non-combat, semisal menggali parit, membuat jalan, dan menyuplai garis depan. Dari seluruh perjalanan perang, hanya satu dari sepuluh unit Afro-Amerika yang bertugas dalam aksi peperangan. Resimen infanteri ke-369 dari Divisi 93 adalah unit tersebut, dijuluki Halem Hellfighters. Mereka dikirim ke Prancis pada Desember 1917. Aslinya, mereka ditujukan agar ditempatkan sebagai penjaga sisi, tetapi keberuntungan mereka berubah ketika Jenderal John Pershing menempatkan mereka ke Divisi ke-16 pada Pasukan Militer Prancis. Tentara Prancis, tidak seperti orang Amerika, sangat senang mendapat sukarelawan yang mau bertarung, tidak peduli apa etnisnya.


            Maret 1918, resimen ini mulai berlatih dibawah komando Prancis. Meskipun tugas tentara ini diharapkan sebagai tugas sementara, tetapi anggota resimen 369 dikemudian hari tidak pernah lagi bertugas dibawah komando Amerika selama perang, dan saat musim panas mereka berperang di laga pertahanan Champagne-Marne, juga ofensif di Aisne-Marne. Harlem Hellfighters dikenal sebagai pasukan yang keras kepala dan seringkali menolak perintah atasannya untuk mundur. Jika sudah bertempur, mereka tidak akan mau mundur sejengkal pun dari posisinya. Hal ini dengan cepat membuat namanya melambung menjadi salah satu pasukan yang paling dihormati sekutu dan paling ditakuti lawan. Pihak Jerman-lah yang secara orisinil memberi nama “Harlem Hellfighters” untuk resimen 369 ini.

            Sedangkan sekutu mereka, yakni Prancis, memberi mereka julukan lain; “The Men of Bronze”. Pasukan kulit hitam ini menghabiskan 191 hari berturut-turut di front depan, dan tercatat sebagai waktu bertugas yang paling lama dari resimen Amerika lainnya pada waktu itu. Selama ofensif Meuse-Argonne yang dimulai pada 26 September 1918, Harlem Hellfighters mengambil alih kota kecil Ripon dan di hari berikutnya berhasil mendorong musuh sampai sejauh satu kilometer. Pada akhir bulan, mereka maju sampai posisi kritis dekat Sechault, dan mengambil kunci persimpangan jalan kereta. Dalam aksi tersebut, mereka harus mengorbankan 851 orangnya yang tewas atau luka-luka. Sebagai penghargaan keberanian mereka, medali keberanian pun diberikan kepada 171 orang anggota Harlem Hellfighters, sementara yang lainnya (keseluruhan resimen) menerima “Croix de Guerre” dari pemerintah Prancis.

            Di luar peperangan, Harlem Hellfighters menghibur sahabat tentara Eropa mereka dengan memainkan musik Jazz dan musik ragtime Amerika. Mereka punya band yang bernama 369th Jazz Band, atau dikenal juga dengan Hellfighters, band ini dipimpin oleh James Reese Europe. Setelah berakhirnya perang besar tersebut, band Jazz Hellfighters ikut ambil bagian dalam parade kemenangan di Fifth Avenue, New York, diiringi lebih dari satu juta orang penggemar mereka. Tahun berikutnya, orang-orang menyambut para prajurit pemberani ini pulang ke rumah.

            Terlepas dari tersohornya keberanian mereka, kehidupan sehari-hari mereka di Amerika tidak banyak berubah. Tragedi ‘Red Summer’ yang menyeramkan pada 1919 menjadi saksi meletusnya kerusuhan anti-kulit hitam yang berkobar di 26 kota. Pembersihan etnis kulit hitam dan hukuman mati tanpa pengadilan sedang tinggi-tingginya di Amerika pada saat itu. Paling tidak, 10 dari 77 korban hukuman mati yang tidak adil itu adalah para veteran perang, dan bahkan ketika dibunuh, para veteran ini tengah mengenakan seragam kebanggaan mereka. Sedih bagi masyarakat kulit hitam, bahwa untuk mencapai hak persamaan etnis mereka, Amerika mesti berjuang sampai satu perang lagi (PD2), serta harus melewati dekade penuh pro kontra sebelum akhirnya bisa mencapai hak-hak yang seharusnya sudah bisa mereka nikmati. Faktanya, militer Amerika Serikat masih memberlakukan sistem “pemisahan” warna kulit sampai tahun 1948. Dan jejak kepahlawanan kulit hitam baru dibahas akhir-akhir ini saja. Pada tahun 2014, undang-undang baru membahas tentang Sersan Henry Johnson yang bertugas di dalam resimen 369 untuk diberikan ‘Medal of Honor’ sebagai tanda hormat aksinya selama Perang Dunia 1. Karena rasisme di dalam Kemiliteran Amerika, banyak prajurit pemberani Afro-Amerika tidak mendapatkan penghargaan untuk pelayanan yang mereka berikan selama Perang Dunia Pertama. Padahal, sejarah mencatat, dari mereka yang gugur di pertempuran, 169 orang berasal dari resimen 369. Mereka dikubur di pemakaman ABMC. Kebanyakan dari mereka dikubur juga di Meuse-Argonne, Aisne-Marne, Oise-Aisne, St. Mihiel dan Suresnes. Pemakaman ABMC adalah pemakaman yang terpadu, bahwa ras dan pangkat tidak berpengaruh. Prajurit hitam bisa saja diapit oleh makam dua prajurit putih atau sebaliknya. Karena jika di saat peristirahatan terakhir saja mereka masih mendapat pemisahan, itu sungguh keterlaluan.




FOTO:
Pasukan dari resimen 369 yang mendapat penghargaan Croix de Guerre karena keberanian mereka(1919). Kiri ke kanan, barisan depan : Pvt. Ed Williams, Herbert Taylor, Pvt. Leon Fraitor, Pvt. Ralph Hawkins. Barisan belakang : Sgt. H. D. Prinas, Sgt. Dan Storms, Pvt. Joe Williams, Pvt. Alfred Hanley, and Cpl. T. W. Taylor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan segala hormat, silahkan berkomentar dengan sopan. mengingat sabda Rasulullah (SAW); "Bicaralah dengan kata-kata yang baik, atau tetap diam."