Senin, 02 Januari 2017

SATU-SATUNYA WANITA YANG GABUNG DI LEGIUN ASING PRANCIS





The Légion Étrangère, atau Legiun Asing Prancis-adalah organisasi militer yang terbuka untuk orang-orang dari luar negeri Prancis. Pada 1945, datang seorang Inggris yang bergabung, berbeda dengan yang lain, yang satu ini adalah seorang wanita.

Susan Mary Gillian Travers adalah namanya. Ia lahir di London pada 23 September 1909 di dalam keluarga yang kaya. Ayahnya adalah Francis Eaton Travers, seorang Admiral di angkatan laut Kerajaan Inggris, yang menikahi Eleanor Catherine Turnbull hanya untuk uangnya. Lingkungan keluarganya meskipun kaya, tetapi tidak bahagia. Susan Travers bahkan mengaku dirinya lebih bahagia ketika ia menjauh darinya.

Susan memulai karir dengan menjadi pemain tenis semi profesional, didanai oleh tantenya yang sangat menyukainya (dan membantunya menjadi independen). Ketika Perang Phony pecah pada akhir 1939, Susan sedang tinggal di selatan Prancis dan menyukainya. Ia bergabung dengan Palang Merah Prancis—sebuah keputusan yang dengan cepat mengecewakannya. Selama ini Susan hidup dalam keluarga kaya dan dimanja, jadi pemandangan Palang Merah yang penuh darah tidak sama sekali ia sukai. Ia malah, kemudian, bergabung dengan Pasukan Ekspedisi Prancis sebagai supir ambulans. Pada November tahun 1939, mereka mendapat misi ke Finlandia untuk membantu warga lokal menyiapkan Perang musim dingin melawan invasi Soviet.

Mereka di sana sampai April 1940 saat Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia. Pasukan tersebut kabur ke Islandia, dan dari sana mereka kembali ke Britania Raya. Ketika itu Prancis sudah terbelah menjadi dua, yakni Vichy French (Prancis yang bekerjasama dengan pendudukan Jerman) dan Prancis bebas yang melawannya. Susan Travers kembali menjadi supir ambulans, tetapi kali ini dalam pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Charles de Gaulle. Pada September 1940, Susan Travers sedang bersama Sekutu saat mereka menyerang Dermaga Dakar di Senegal untuk mengeluarkan pasukan Vichy Prancis. Mereka gagal, dan mundur ke Afrika Utara melalui Dahomey dan Kongo di mana selanjutnya ia meneruskan tugasnya dan pada akhirnya bisa menghilangkan rasa mualnya jika melihat darah dan luka. Bersama seluruh anggota pria dalam pasukannya, Susan tidak mendapat kesulitan saat dirinya harus mengalami keadaan yang sulit, serta bekerja keras sama seperti para pria. Untuk itu oleh pasukannya, Susan mendapat julukan “La Miss”, semacam bentuk panggilan kesayangan dan hormat untuknya.

Ditugaskan ke Eritrea, Susan melanjutkan tugasnya menyetiri para perwira senior—memperlihatkan kepiawaiannya menghindari ladang ranjau serta tembakan roket dan desingan peluru. Ia tidak selalu beruntung, wanita ini mendapat banyak luka fisik dari beberapa tabrakan dan tembakan-tembakan kecil.


Pada Juni 1941, Susan menjadi supir untuk Kolonel Marie-Pierre Koenig—Komandan pimpinannya dari 1st Free French Brigade. Koenig memang sudah menikah, tetapi namanya juga pria, ia tidak bisa berhenti untuk memadu kasih dengan Susan dan kemudian menjadi pasangan hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan segala hormat, silahkan berkomentar dengan sopan. mengingat sabda Rasulullah (SAW); "Bicaralah dengan kata-kata yang baik, atau tetap diam."