Pada akhir 1364, Kekaisaran Ottoman secara realita
terpisah menjadi dua bagian. Satu di Rumelie, dengan ibukotanya di Erdine. Dan
satunya di Anatolia dengan daratan mereka di Asia minor. Sultan Ottoman, Murad
I, mungkin terlalu sibuk dengan urusannya di Asia minor. Setengah dari
kekaisarannya yang lain diurusi oleh wakil militer yang disebut ghazi. Pada
waktu itu, pemimpin utama ghazi adalah Lala Shahin, yang juga adalah guru sang
sultan. Lala Shahin adalah seorang jenderal yang berbakat. Meskipun ia hanya
memiliki sumber daya yang terbatas, ia berhasil memadatkan kependudukan Ottoman
di Balkan.
Lala Shahin-Pasha
Setelah matinya Stephan Urosh pada 1355, Kerajaan
Serbia mulai melemah. Teritori Macedonia dan Yunani yang luas terbagi-bagi
antara beberapa penguasa dari dinasti tengah. Beberapa dari mereka menganggap
dirinya sangat independen sampai-sampai mengklaim diri mereka adalah raja.
Salah satu dari mereka adalah duo kakak beradik despot dari Serbia, Uglesha dan
Vukashin yang menguasai Macedonia, dan Vukashin mengklaim diri sebagai Raja
seluruh Serbia dan Yunani. Setelah Ottoman berhasil menghancurkan kekuasaan
Momchil Voivode di Thrace dan Rhodopes, mereka melanjutkan ekspansinya. Segera
setelah seluruh Thrace berada dalam kekuasaan Ottoman, para ghazi-nya mulai
menyerang teritori-teritori yang dipunyai dua despot Serbia tadi. Kakak beradik
itu yang merasa ancaman Ottoman sudah mulai dekat, pun mengumpulkan pasukan.
Rencana mereka adalah untuk menghancurkan pasukan penyerang dan mengejarnya
sampai mengeluarkannya dari wilayah Rumelie.
Setelah Gallipoli diambil alih pada 1364 oleh
Amadeo Savoy, ada kesempatan baik untuk kemenangan. Posisi Ottoman di Balkan
pada waktu itu sedang tidak stabil. Mengetahui hal itu, duo despot Serbia
mengkonsolidasikan pasukan mereka dan membawa seluruh yang mereka punya untuk
menyiapkan mars akbar untuk menendang Turki Ottoman. Pada 1371 pasukan mereka
telah siap. Sebenarnya tidak ada bukti kongkrit tentang jumlah pasti pasukan
mereka tetapi dikatakan itu adalah sekitar 20.000 sampai 70.000, didasari dari
jumlah wilayah yang mereka miliki dan taktik yang mereka perbuat. Tetapi
mungkin juga jumlahnya lebih sedikit dari yang disebutkan barusan.
Sedangkan pasukan Ottoman secara signifikan memang
lebih sedikit, tetapi juga jumlah pastinya masih bisa diperdebatkan. Dari bukti
sejarah kontemporer mengatakan bahwa pasukannya sekitar 800-an saja. Tetapi
mungkin juga jumlahnya sekitar setengah dari jumlah pasukan Serbia tadi.
Pertempuran ini lebih kepada masalah kualitas
dibandingkan kuantitas. Seluruh dari pasukan Ottoman diisi oleh pasukan yang
sudah kawakan, yang telah bertahan dari banyak pertempuran sebelumnya. Apalagi sebagai
pasukan sang ghazi, keimanan mereka berpengaruh pada keberanian mereka di medan
tempur. Sebaliknya di pihak Serbia, pasukannya diisi oleh tentara pemberontak
yang kurang disiplin dengan sedikit jumlah kavaleri. Alhasil, dapat disimpulkan
bahwa pasukan ghazi Ottoman lebih superior, jumlah mereka boleh sedikit tetapi
kesemuanya jauh lebih hebat dan lebih berpengalaman.
Duo despot yang punya pasukan lebih besar, merasa
percaya diri dan memulai mars mereka. Mereka sudah berencana untuk mengusir
Ottoman dari Erdine dan menyetop ekspansi mereka. Taktik awalnya adalah dengan
turun mengikuti aliran sungai Maritsa untuk melancarkan serangan dadakan. Lala
Shahin di pihak Ottoman, sudah tahu apa yang akan terjadi. Ia memiliki wawasan
luas dan pengalaman bertarung di tanah yang kasar, juga sering mengorganisir
serangan dadakan. Lala Shahin mengirim tracker untuk memindai wilayah—suatu hal
yang tidak dilakukan despot Serbia karena mereka sudah terlalu percaya diri.
Kemudian, Lala Shahin menunggu momen yang tepat
untuk mengoyak para pemberontak yang melakukan mars tersebut. Kesempatannya
datang pada pagi hari tanggal 26 September, saat pasukan Serbia membuat kemah
dekat Maritsa, dan mereka membuat suatu kesalahan yang luar biasa besar—yakni
dengan merayakan kemenangan (yang belum mereka dapat) dengan makan besar. Pagi
harinya, kemah tersebut secara garis besar tidak dijaga dan banyak dari mereka tidur-tiduran
karena mabuk.
Pasukan Lala Shahin memasuki kemah tersebut di
pagi hari dan dengan pisau, mereka langsung menyilet musuh-musuh yang tertidur
itu, duo pemimpin itu juga disilet, tetapi mereka kabur dan terjatuh di sungai
Maritsa—tenggelam di sana. Dengan satu gerakan yang tepat, pasukan Serbia dapat
dikalahkan dengan mudah. Efek kemenangan Lala Shahin itu mempersulit setiap
despot Macedonia yang ingin mengumpulkan pasukan baru di kemudian hari. Sedih
sekali bagi penduduk sana ketika nasib Balkan disegel oleh ego dan alkohol.
Ekspansi Ottoman atas Semenanjung Balkan pun tidak dapat terelakkan sampai
dekade berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dengan segala hormat, silahkan berkomentar dengan sopan. mengingat sabda Rasulullah (SAW); "Bicaralah dengan kata-kata yang baik, atau tetap diam."