Senin, 02 Januari 2017

TENTARA JERMAN TEWAS UNTUK MENYELAMATKAN TENTARA AMERIKA



            Ada kejadian unik pada 7 Oktober 1994 di pemakaman perang di  Hürtgen, Jerman. Pemakaman tersebut adalah tempat istirahat terakhir bagi 3001 orang – Kebanyakan adalah tentara Jerman dan dari Perang Dunia ke-2. Adalah pemandangan umum bagi orang Jerman untuk datang nyekar ke sana. Tapi hari itu, ada sebuah grup yang datang untuk nyekar, dipimpin oleh Letnan Kolonel John Ruggles, pensiunan perwira resimen eksekutif dari kompi infanteri ke-22. Yang unik dari mereka adalah, para veteran tentara Amerika Serikat itu datang untuk nyekar ke sebuah makam perwira Jerman. Kenapa begitu? Untuk mengerti cerita ini, mari kembali ke 1944............


1944....
            Pendaratan yang tersohor di Normandy, D-Day, merupakan peristiwa besar ketika pasukan Sekutu bertempur sedahsyat-dahsyatnya untuk menembus pertahanan Jerman. Dan pada Agustus 1944 akhirnya jebol-lah pertahanan itu, memaksa pihak Nazi Jerman untuk mundur kembali ke negerinya. Terkadang mereka mundur lebih cepat daripada kesanggupan Sekutu untuk maju. Berbuah dari kesuksesan mereka, Sekutu pun melanjutkan serangan-serangan cepat menuju Jerman. Dalam pengejaran itu, pihak Sekutu masih tersandung dengan lambatnya garis suplai mereka sehingga menahan progres dan memberikan Jerman waktu untuk membangun kembali kekuatan mereka. Pada pertengahan September, pasukan Amerika Serikat pertama ingin menyeberangi sungai Rhine ke dalam jantung negeri Jerman, tetapi mereka diblok di luar kota Aachen. Pada Oktober, Divisi Infanteri Pertama Amerika Serikat datang untuk membantu Korps XIX dan VII, yang mana membuat kota itu terkepung tetapi masih menolak untuk menyerah.

            Sebuah rumah petani di rute utama Hürtgen digunakan sebagai markas komando Amerika untuk Resimen Infanteri ke-121, ke-8, Korps XIX, serta Angkatan Bersenjata A.S ke-9. Mereka menamai rumah itu sebagai “Hürtgen Hotel”. Ada pula kekhawatiran tentang Bendungan Ruhr. Pihak Amerika takut pihak Jerman bisa saja menghancurkannya dan air bendungannya akan menyeret pasukan Sekutu hingga ke hilir. Untuk mengamankan bendungan tersebut, pasukan Sekutu harus menembus ke dalam hutan Hürtgen yang tergelar antara kota tersebut dan Ruhr. Hutan itu sangat lebat dan berisi bukit-bukit curam disertai ngarai/jurang. Di pihak lawan, adalah pasukan Jerman ke-275 dan 353 Divisi Infanteri dibawah pimpinan Letnan Jenderal Hans Schmidt. Mereka telah membuat pertahanan di sana dengan memasang ranjau-ranjau, kawat duri, serta jebakan ledak (booby-traps). Mereka juga menggunakan bunker Siegfried Line* (adalah rangkaian pertahanan di sepanjang perbatasan barat Jerman yang dibuat antara tahun 1936-1939 dan telah ditinggalkan selama 4 tahun)—selama ditinggal, alam telah membantu mengkamuflasekannya dengan akar dan dedaunan, menjadikannya bunker yang hampir sempurna tidak dapat terlihat.

            Selain itu, mereka juga mengetahui medannya dengan baik, bahkan beberapa personel memang berasal dari desa sekitar. Dengan keberadaan mereka yang sudah lebih dulu, mereka jauh lebih siap. Sekutu memang sangat superior di angkasa, namun tetumbuhan yang lebat menutupi hutan itu bagaikan atap sehingga pilot Sekutu tidak bisa mengidentifikasi mana kawan dan lawan, sehingga bantuan udara untuk Sekutu pun tidak bisa ikut ambil bagian. Jadi, meskipun pasukan Jerman kalah jumlah 5 banding 1, mereka tetap sulit dikalahkan, ibarat berteman dengan alam sekitar. Pada 19 September, Resimen Infanteri Sekutu ke-60 melakukan serangan tiba-tiba pertama ke hutan itu tetapi dipukul mundur. Mereka mengalami korban sampai 4.500 orang pada 16 Oktober saat Divisi Infanteri A.S ke-28 datang untuk bergabung. Pasukan ke-28 inilah yang kemudian meluncurkan serangan utama ke posisi Jerman pada tanggal 2 November dan mengambil alih kota Schmidt di hari berikutnya sebelum mereka akhirnya dipukul balik lagi oleh serangan balasan Jerman yang kuat. Pada tanggal 4 November, Pasukan Amerika mundur sampai ke Kommerscheidt dimana mereka mencoba memukul mundur musuh. Mereka lalu menyerang Schmidt lagi dan bertarung sampai tanggal 10 November di mana mereka dipaksa harus mundur lagi.

            Letnan Friedrich Lengfeld, berada di dalam pasukan Jerman ke-275 dan kemudian menjadi komandan pasukan untuk Kompi ke-2 saat komandan kompi tersebut meninggal pada Oktober. Pasukannya terkikis saat pertarungan November lalu di Vossenack antara kota Schmidt dan Hürtgen, mereka bertarung mati-matian bersama Divisi Panzer ke-116 yang pada akhirnya berhasil mengeluarkan Amerika dan memaksa mereka mundur. Pada tanggal 10 November, Kompi Lengfeld kepayahan. Grupnya telah terkikis habis dan mereka yang masih tersisa belum mandi sampai berhari-hari. Semuanya mengalami  serangan kutu yang serius, juga kelaparan, kekurangan gizi, dan kedinginan yang parah, serta basah karena salju dan hujan. Mereka telah bertarung untuk sebuah pondok di tengah hutan sebelah selatan (yang sekarang merupakan Pemakaman Perang Hürtgen)—pada saat itu, pondok tersebut digunakan untuk tempat berlindung bagi siapapun pasukan yang berhasil mengamankannya.

Struktur tersebut berada di samping ladang ranjau yang dinamai “Wilde Sau” (Wild Sow*) indonesia=”Taburan Liar”—Oleh pihak Jerman. Pondok tersebut, meskipun bobrok, tetapi bisa digunakan untuk berlindung dari elemen-elemen alam. Di hari berikutnya, Lengfeld kehilangan dua anak buahnya dari tembakan Sniper. Jadi mereka pun bersiap untuk serangan lain. Malamnya, pasukan Infanteri Amerika ke-12 berhasil mengambil alih pondok tersebut, menyebabkan Lengfeld kehilangan lebih banyak orangnya. Selanjutnya, Lengfeld bersama orang-orangnya yang tersisa melakukan serangan balasan dan berhasil mengusir Amerika pada pagi hari esoknya. Nah, saat pasukan Amerika ini lari, salah seorang dari mereka lari tepat menuju ke Wilde Sau dan— BUM!
—Konsekuensi yang mengerikan pun ia dapat.

      Meskipun terluka parah, tentara Amerika itu selamat dan berteriak memanggil-manggil bantuan. Di samping ladang ranjau, adalah jalan setapak yang aman namun dijaga oleh senapan mesin Jerman. Lengfeld memerintahkan Hubert Gees (prajurit komunikasinya) untuk pergi ke si operator senapan mesin untuk tidak menembak prajurit Amerika yang nanti akan datang untuk menyelamatkan korban. Berjam-jam telah lewat tetapi tak satupun ada prajurit Amerika yang datang untuk menyelamatkan korban. Mungkin mereka mengira temannya ini sudah mati, atau mungkin saja mereka lari berpencar sehingga tidak bisa berkomunikasi satu sama lainnya. Hati Lengfeld tidak tega lagi mendengar teriakan tangis si korban ranjau yang mengiba, ia pun memutuskan untuk pergi sendiri dan menyelamatkan korban itu.

    Pondok itu berada di samping jalanan yang dipasangi jebakan ranjau anti-tank yang telah dipasang oleh kompi yang lalu. Sekitar pukul 10.30 AM, Lengfeld memimpin sebuah tim medis di samping jalan tersebut sampai ia berada di seberang tentara Amerika yang tengah terbaring. Ia lalu maju ke ladang ranjau yang ia kira aman, tetapi kakinya menginjak ranjau anti-personel yang tersembunyi dan BUM! – Lengfeld sampai terlempar akibat ledakan tersebut.

  Mereka dengan cepat membawa Lengfeld untuk kembali ke pondok, tetapi semuanya terlambat. Terdapat dua lobang yang dalam di punggung sang komandan, membuatnya menderita luka dalam yang serius. Mereka berhasil membawa Lengfeld ke Stasiun Pertolongan Pertama di Froitzheim, tetapi di malamnya, Lengfeld menghembuskan napas terakhir.
--------------------------------

Itulah cerita di balik pendirian sebuah monumen penanda di pemakaman militer Jerman. Monumen penanda tersebut didirikan oleh perhimpunan Infanteri Amerika ke-22 dan Divisi Infanteri ke-4 Amerika Serikat untuk mengenang jasa Lt. Lengfeld atas usahanya mencoba menolong seorang tentara Amerika. Perang memang mematikan dan kedua belah pihak memiliki pembunuh-pembunuh yang handal. Namun di samping semua kekacauan ideologi, politik, dan peperangan, setiap insan masih memiliki moral tolong menolong. Lt. Lengfeld adalah satu diantara banyak pria yang membuktikannya.

-FIN-

Info Tambahan :
*Identitas tentara Amerika yang terkena ranjau masih belum diketahui.
*Pertempuran Hutan Hürtgenmenjadi salah satu pertempuran terlama selama PD2, bermula dari September 1944 sampai Februari 1945 dan memakan korban 33000 jiwa di pihak Amerika dan sekitar 28000 jiwa di pihak Jerman.

Tertulis pada monumen penanda
"No man hath greater love than he who layeth down his life for his enemy"


Berdiri di belakang monumen, adalah Bob Babcock, veteran dari 
Kompi B-1 Batalion infanteri ke-22, Amerika Serikat.


Foto Lt. Friedrich Lengfeld


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan segala hormat, silahkan berkomentar dengan sopan. mengingat sabda Rasulullah (SAW); "Bicaralah dengan kata-kata yang baik, atau tetap diam."