Tradisi membunuh binatang untuk bersenang-senang
sudah ada lama dalam sejarah di Asia dan di Eropa. Dalam mosaik dan
lukisan-lukisan Romawi, sering digambarkan perburuan binatang sebagai aktivitas
heroik. Membantai binatang dianggap sebagai bentuk entertainment, dan
masyarakat bertaburan ke pinggiran negeri mereka untuk mencari beruang, singa,
rusa jantan, atau babi hutan untuk dikejar dengan anjing mereka, atau sampai
tombak menembusnya.
Sebagaimana Kekaisaran
Romawi tumbuh berkembang sampai seluruh wilayah Mediterrania, masyarakat mereka
pun bebas berjalan-jalan ke seluruh daerahnya untuk berburu atau membawa pulang
binatang tangkapan mereka untuk nantinya dibunuh dalam kontes gladiator di
Coliseum dan arena-arena lainnya di seluruh wilayah Romawi. Bagaimana tidak
punah? Permainan gladiator mereka berlangsung lebih dari 400 tahun di lebih
dari 70 Amphiteater, dan yang terbesar bisa menopang sampai 50.000 penonton.
Kaisar-kaisar Romawi membumbui acara
gladiator mereka seperti yang para pendahulu mereka selalu lakukan untuk
membuat publik senang, yakni dengan membunuh lebih banyak binatang dan
memproduksi acara yang lebih spektakuler. Kaisar Titus meresmikan Coliseum
Romawi dengan mengadakan 100 hari perayaan, yang selama itu berlangsung, sangat
banyak sekali jumlah binatang ditombaki setiap harinya oleh para gladiator. Di
hari pembukaan saja, paling tidak 5.000 binatang telah dibantai, dan dua hari
berikutnya, 3.000 lainnya ikutan menyusul. Binatang yang dikandangi tetap
disimpan di gudang bawah tanah di mana mereka tidak diberi makan, dan pada hari
festivalnya, mereka dilepaskan di arena. Disanalah para penonton bersorak sorai
penuh kegembiraan, drum-drum dimainkan, terompet dibunyikan, dan binatang
kebingungan ini siap dibunuh oleh predator terganas di muka bumi, yakni
manusia.
Terkadang, beberapa binatang sengaja diadu untuk
melawan sesamanya, dan di waktu lain, orang-orang bersenjatakan tombak dan
trident mengejar mereka di arena yang sudah dihias menyerupai hutan dengan
semak buatan, seolah menggambarkan mereka sedang berburu di hutan liar. Satu
saja acara “perburuan di hutan liar” semacam ini tayang, maka paling tidak 300
ekor burung unta dan 200 ekor kambing gunung Kamois mati terbantai.
Singa, harimau, beruang, banteng, macan tutul,
jerapah, serta rusa mati setelah disiksa, ditusuk dan digores. Kucing besar
yang telah dibiarkan kelaparan dilepas ke arena di mana para tahanan perang dan
budak belian telah dicambuki pada sebuah tonggak. Binatang ini menyakar habis
para tahanan perang dan budak itu dan menikmatinya, sebelum kemudian, merekalah
yang menjadi korban dari para gladiator. Di acara gladiator berskala
besar, satu hari bisa cukup untuk membantai 500 ekor singa, lebih dari 400 ekor
macan tutul, atau 100 ekor beruang. Kuda nil, badak, buaya, dibawa serta ke
arena ini dan terkadang para gladiator menggunakan metode yang ganjil untuk
membunuh mereka. Semisal dengan memenggal kepala burung onta yang sedang
berlari dengan menggunakan panah berbentuk bulan sabit. Seolah aksi gila mereka
menambah rating acara tersebut.
Penonton akan bersorak
gembira dan tertawa ria saat pembantaian brutal kepada binatang dilakukan,
tetapi ketika 20 ekor gajah diadu melawan seorang gladiator bersenjata,
tangisan gajah-gajah yang tersiksa ini akan membuat para penonton untuk
meneriakkan “Huu!!” (sorakan hinaan) kepada sang Kaisar atas kekejamannya.
Meskipun gajah membuat nama kaisar turun, tetapi penggunaan gajah tetap saja
tidak berhenti. Pembantaian seperti ini mengeliminasi mamalia besar dari area
Mediterania. Gajah Afrika Utara (Loxodonta africana)misalnya, mereka telah
musnah karena diburu dan ditangkapi untuk mati di arena-arena Romawi. Selain
itu, gajah-gajah juga dipakai oleh orang Romawi untuk transportasi dan
pertarungan. Romawi mungkin menjadi salah satu elemen besar dalam kemusnahan
gajah asia (Elephas maximus) dari tanah Asia barat. Tidak lupa juga dengan
Hannibal Barca, Jenderal Carthagia yang menggunakan gajah untuk melintasi
Alpen, yang mana gajahnya kemudian mati semua karena pencahayaan matahari.
Sebelum ekspansi Kekaisaran Romawi, ada
binatang bernama beruang Atlas (Ursus arctos crowtheri) yang tinggal di
pegunungan dan hutan di Afrika Utara. Mereka adalah satu-satunya jenis beruang
yang dimiliki benua Afrika. Nama mereka berasal dari habitat terakhir mereka di
gunung Atlas, Maroko, mereka termasuk dalam ras beruang coklat yang endemik
kepada Eurasia dan Amerika Utara. Dan Afrika utara adalah wilayah paling
selatan untuk jenis beruang dari keluarga tersebut. Saat Romawi memasuki Eropa
Utara, mereka membabat hutan tempat beruang ini tinggal dan membantai ribuan
dari mereka untuk olahraga. Yang lain ditangkapi untuk pertarungan di Coliseum
melawan Gladiator. Melewati abad-abad Romawi, beruang ini masih bertahan.
Tetapi lagi, manusia mencampuri tanah mereka dengan membabat hutan gunung Atlas
untuk bahan material bangunan, dan para pemilik tanah era kolonial menggunakan
tanah yang sudah gundul itu untuk tempat dilepasnya ternak mereka. Pada masa
ini, beruang Atlas semakin dilarang untuk pulang ke gunung Atlas. Di abad
ke-18, seorang naturalis Prancis mendapati kulit beruang ini yang masih segar,
dan mulai membuat laporan sains tentangnya. Orang-orang mulai tertarik dan
akhir 1830an, beruang ini menjadi pemandangan biasa di kebun binatang di
Prancis. Pada 1840, ilmuwan Inggris menyatakan bahwa beruang ini, walaupun
lebih kecil dari beruang hitam Amerika, tetapi terbukti adalah subspesies
darinya. Beruang ini gempal dengan moncong pendek, berwarna cokelat kehitaman
dan bulu punggungnya bertekstur tidak rata. Bulu perutnya berwarna oranye.
Meskipun beruang Atlas semakin langka jumlahnya pada masa itu, tetapi tidak ada
perlindungan untuk mereka, dan beruang terakhir mati ditembak sekitar tahun
1870.
Yang tadi beruang. Yang ini adalah singa.
Herodotus dan Aristoteles, para filsuf dunia kuno
dari Yunani, menulis bahwa singa-singa pernah hidup di negeri mereka pada masa
itu. Dua ribu tahun yang lalu, habitat kucing besar ini meluas sampai ke ujung
timur sampai India dan Pakistan dan diseluruh benua Afrika. Sekarang Eropa
hanya bisa mengenang singa milik mereka dari perisai atau coat-of-arms mereka
saja, karena singa eropa telah musnah dari Italia dan Yunani karena diburu dan
ditangkapi. Ribuan dari mereka menjemput ajal demi sorakan dan tawa penonton di
pertunjukan gladiator. Ketika singa eropa sudah habis semua, Romawi pun
menengok ke Afrika utara. Dulu di Afrika utara ada spesies bernama Barbary Lion
atau Atlas Lion (Panthera leo leo), mereka adalah spesies singa gurun yang
pernah menyebar di utara Sahara. Mereka dikenal karena bulu rambutnya yang
sangat besar yang sampai menutupi setengah badannya. Singa Atlas jantan adalah
spesies singa terbesar dari seluruh spesies singa yang pernah hidup sejaman
dengannya. Mereka juga menyandang gelar sebagai singa pertama yang dinamai
dalam subspesies keluarga singa. Beratnya bisa sampai 500 pounds dan panjangnya
sampai 10 kaki dari ujung hidung sampai ujung ekornya. Sang predator majestik
ini pun jatuh ke tangan predator konyol yang mempermainkan kematian mereka di
Coliseum. Sama seperti beruang Atlas, mereka bertahan dari abad Romawi dan
sisanya mulai mundur ke bagian hutan terdalam. Tetapi manusia tetap mengejar
mereka, suku-suku Arab, Tunisia dan Aljazair mengejar mereka untuk olahraga,
dan kemudian, pemerintah kolonial Prancis memberikan bayaran untuk kulit
binatang besar ini. Pada abad ke-19, lomba perburuan kulit singa selesai dengan
terbunuhnya singa terakhir di Aljazair. Sisa dari singa ini ternyata masih ada
dan sama seperti beruang Atlas, satu-satunya harapan mereka untuk berlindung
adalah gunung Atlas. Di sana pada 1922, singa terakhir dilaporkan terbunuh oleh
pemburu. Meskipun dinyatakan punah, tetapi beberapa dari singa terakhir masih
bertahan di penangkaran. Di kebun binatang dan di sirkus, ditemukan singa jenis
ini, dan usaha pengembangbiakan mereka pun buru-buru digalakkan.
Sementara itu pada abad ke-13, singa sudah dimusnahkan
dari Mediterania timur. Mereka sudah lenyap dari Irak, Iran, dan Pakistan pada
1800an. Singa terakhir di Arab Saudi saja terbunuh pada 1923. Kenapa singa
bisa dimusuhi seperti itu?
Karena,
untuk budaya kuno di Asia barat dan Timur tengah, membunuh salah satu dari
kucing besar ini (apalagi jantan), dianggap sebagai tindakan heroik dan boleh
dicatat dalam lukisan atau mosaik. Banyak karya seni dari budaya Assyria dan
Asia barat yang menggambarkan itu. Pada pertengahan abad 19, Singa Asia,
(Panthera leo persica) dipindahkan ke India dan menyebarluas di negeri
tersebut. Tetapi selama setengah waktu terakhir abad ke-19, perwira kolonial
Inggris kembali membahayakan kelangsungan hidup mereka dengan hobi berburunya.
Biasanya orang Inggris akan dengan bangga membawa kulit singa hasil buruannya
kembali ke Inggris untuk oleh-oleh. Tetapi hasilnya? Seorang pemburu ini
membuat iri para bangsawan lainnya dan berbondong-bondong dari mereka kembali
ke India untuk menembaki 300 ekor singa India pada 1860. Tentu saja oleh
tekanan seperti itu, singa langsung menghilang dari
seluruh India. Pada tahun 1900, perlindungan akhirnya disuarakan untuk spesies
terakhir singa ini saat populasinya sudah sangat menipis, yakni dibawah angka
100. Sekarang jumlah singa di hutan Gir itu bertambah sekitar ratusan lebih,
dan itulah yang tersisa dari kucing besar Eurasia ini. Mereka sekarang
dilindungi di Taman Nasional Sasan Gir di India barat, di sana populasi mereka
bertambah.
Sumber Dari : http://www.endangeredspecieshandbook.org/persecution_roman.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dengan segala hormat, silahkan berkomentar dengan sopan. mengingat sabda Rasulullah (SAW); "Bicaralah dengan kata-kata yang baik, atau tetap diam."