Sering dikatakan bahwa Prajurit Sparta telah
dilatih semenjak dini, mereka tidak pernah mundur dan tidak pernah menyerah.
Mereka akan bertarung sampai mati apapun alasannya. Namun Tuhan seolah ingin
membuktikan bahwa kekuatan besar tidak abadi. Sejarah mencatat tentang kisah
menyerahnya pasukan paling elit Sparta di Pertempuran Sphacteria dalam Perang
Peloponnesia. Diceritakan prajurit Sparta bukan hanya kalah dari pasukan yang
lebih ringan dari mereka, tetapi juga dipaksa untuk menyerah dalam keadaan yang
memalukan.
Semua
rantai kejadian tersebut berada dalam Perang Peloponnesia yang berlangsung
antara Athens dan Sparta. Perang itu merupakan perang panjang dengan banyak
momentum naik turun dari kedua belah pihak. Strategi Sparta sangat simpel,
yakni menginvasi teritori Attica di Athens, menghancurkan ladang, dan mengancam
bangsa Athenia itu sendiri. Untuk prajurit Sparta yang impresif, seharusnya itu
menjadi tugas simpel dan efektif. Sedangkan strategi Athenia adalah meneruskan
perdagangan asing, dan prajurit mereka disiapkan untuk bertahan di darat, namun
ofensif di laut dengan menyebar angkatan laut mereka ke seluruh Yunani.
Beberapa tahun di dalam pertempuran, pada 425 S.M, Sparta mengirim serangan
amfibi ke benteng Pylos milik Athenia. Pylos memiliki dermaga alamiah yang
diperkuat oleh pulau panjang Sphacteria. Letaknya berada di daerah Peloponnesus
yang sebagian besar dikontrol oleh Sparta. Maka itulah penting bagi Sparta
untuk menendang Athenia keluar dari wilayah yang mayoritasnya milik mereka.
Sparta beraksi dalam sebuah
serangan amfibi yang jarang dilakukan di masa kuno ini, mereka mendaratkan
kapal trireme-nya di sebuah pantai dekat dengan kota kecil yang diperkuat oleh
lawan. Dari sana mereka meluncurkan serangan amfibinya. Pasukan Athenia
beruntung memiliki Jenderal yang berbakat, bernama Demosthenes, yang sanggup
mengumpulkan banyak pasukan di tempat yang tepat di mana mereka diperlukan.
Karena pasukannya ini, Sparta bahkan tidak bisa menembus pertahanan di pantai.
Setelah lebih dari sehari mencoba menyerbu, mereka gagal. Di saat inilah armada
laut Athenia tiba. Setelah terjadinya pertempuran laut dan pertempuran darat di
sana, pasukan Sparta mulai kalah jumlah dan mundur hingga ke pulau sempit
Sphacteria. Pasukan Athenia menyita kapal-kapal Sparta sehingga pasukannya yang
masih bersembunyi di Sphacteria terjebak tidak bisa pulang. Dalam hal ini,
pemerintah Sparta mengirim duta besar untuk bernegosiasi dengan Athenia.
Negosiasi yang berkepanjangan itu dilakukan, tetapi hasil ujungnya tidak
memuaskan untuk Sparta. Athenia menolak untuk mengembalikan kapal dan tawanan
Sparta di pulau mereka, justru hendak menyerang 440 orang Sparta (yang terjebak
di Pylos) yang 120 diantara mereka menyandang gelar Spartiates, pangkat
tertinggi dalam kelas bangsa Sparta yang telah menyelesaikan latihan terkeras
dan menjadi penguasa di kota-kota mereka.
Seperti yang terjadi, Athenia
nyatanya mendapat kesulitan untuk mensuplai diri mereka. Persediaan air bersih
untuk mereka sangat tipis dan persediaan makanan pun sulit diperbanyak karena
fakta bahwa mereka menahan benteng miliknya yang berada sendirian di wilayah
besar yang dikuasai oleh Sparta. Sebaliknya, Sparta bisa dengan mudah
mendapatkan banyak suplai. Sebagian orang mereka berenang mencari makanan, menyelam
dengan dalam agar menghindari blokade Athenia. Jenderal Athenia paham bahwa
mereka harus menyerang secepatnya atau para Sparta di Sphacteria bisa kabur
nantinya. Menengok barisan Athenia, sang Jenderal memiliki beberapa ribu orang
yang kebanyakan adalah prajurit ringan, sementara lawan mereka meskipun lebih
sedikit jumlahnya, adalah prajurit terhebat Sparta. Dengan meluncurkan serangan
via jalan selatan pada satu dari dua sisi pulau panjang tersebut, pasukan
Sparta dikagetkan oleh pasukan Athenia. Dalam serangan mendadak itu, pasukan
Athenia mengerahkan semua orang yang mereka miliki, bahkan pendayung perahunya
pun turun dengan senjata apa saja yang bisa mereka gunakan.
Pasukan besar ini cukup untuk
mengisi seluruh bagian tanah dari sisi pulau sempit tersebut. Pasukan Sparta
percaya diri bisa mengalahkannya, mereka pun menyiapkan serangan balasan ke
para prajurit ringan Athenia tersebut, karena memang diketahui, prajurit Sparta
pada dasarnya ditugasi untuk menekan pemberontakan budak-budak belian di
kampungnya sana, budak yang biasanya sekelas dengan para prajurit ringan. Pada
saat ini, pasukan Athenia telah memenuhi bagian pulau sampai ke beberapa
dataran tanahnya yang tinggi. Setiap kali pasukan Sparta hendak menyerang,
mereka dihujani panah, tombak, dan lemparan batu. Dikisahkan bahwa serangan
yang bertubi-tubi itu sangat kuat sampai banyak pasukan Sparta yang terbunuh,
bahkan termasuk juga Jenderal mereka sendiri. Sampai detik selanjutnya, pasukan
Sparta masih belum menghasilkan apa-apa, dan mereka tidak punya pilihan selain
mundur ke ujung utara dari pulau tersebut.
Di sini, pasukan Sparta berada
di tanah yang tinggi, dengan banyak jurang bergerigi yang menghadap ke laut. Di
tempat inilah pertempuran kembali menemukan jalan buntu. Pasukan Sparta tidak
lagi menyerang, mereka hanya bertahan ketika pasukan Athenia bertubi-tubi
melemahkan energi dan upaya mereka, serta menurunkan semangat dan kepercayaan
diri mereka. Dari depan, pasukan Athenia masih belum berani menyerbu langsung,
tetapi seorang komandan Athenia menggagas ide untuk menyerbunya dari belakang.
Ia bersama beberapa prajuritnya bersukarela mengendap ke garis belakang musuh
dengan memanjat tebing curam yang menghadap ke laut. Pasukan Sparta sama sekali
tidak memperhitungkan serangan dari belakang karena menurut mereka tebing itu
mustahil dilalui, karena itulah tidak ada yang menjaga bagian belakang
tersebut. Ketika serangan mendadak itu dilancarkan oleh pasukan Athenia dari
tebing, pasukan Sparta terkejut bukan main, suasana kacau sehingga pasukan
Athenia utamanya, bisa langsung menyerbu naik ke dataran tinggi tersebut dari
depan. Pasukan Sparta tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Pasukan Sparta yang
terkepung itu melakukan apa yang belum pernah dilakukan oleh bangsa mereka yang
terdahulu; mereka melempar perisai dan tombaknya ke tanah dan meminta
bermusyawarah.
Komandan Athenia menghentikan
serangan, mereka sudah merasa cukup bangga dengan pencapaiannya, bahwa mimpi
mereka untuk menangkap para prajurit Sparta yang garang itu telah tercapai.
Pembawa kabar berkali-kali bolak balik dari Sparta ke daerah tempat ditahannya
para prajurit Sparta, semenjak para prajurit yang ditahan meminta saran dari
kampung halamannya. Setelah sekian kali berdebat, akhirnya pihak Sparta
mengirim surat kepada para prajurit yang ditahan itu, mengatakan bahwa mereka
harus memutuskan sendiri nasibnya, selama itu tidak menjatuhkan nama baik
Sparta. Kini sesama prajurit Sparta yang ditahan melakukan pertimbangan, dan
pada akhirnya mereka menyatakan untuk menyerah.
Kabar tentang keputusan menyerah
mereka mengguncang seluruh Yunani, dan kerajaan-kerajaan di sana salut kepada
Athens yang sanggup memaksa para Sparta beserta Spartiates-nya untuk menyerah.
Athenia selanjutnya menggunakan tahanan Sparta itu sebagai tawanan dan
mengancam untuk membunuh mereka jika Sparta menginvasi Attica. Dengan
bungkamnya Sparta, Athens menjadi agresif dan keseimbangan kekuatannya
berlanjut sampai 21 tahun berikutnya.
*** AKHIR PERANG***
Ironisnya, perang panjang
tersebut berakhir dengan Sparta keluar sebagai pemenangnya ketika Sparta
menghancurkan armada negeri maritim Athenia. Reputasi Sparta memang pernah
menciut ketika orang-orang mereka menyerah di Sphacteria, tetapi mereka
mengambil kembali kehormatan mereka dengan memenangkan akhir dari seri perang
tersebut. Di lain pihak, meskipun Athens kalah, ingatan bangsa Yunani takkan
lupa siapa yang telah membuat pasukan paling elit Sparta tak berkutik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dengan segala hormat, silahkan berkomentar dengan sopan. mengingat sabda Rasulullah (SAW); "Bicaralah dengan kata-kata yang baik, atau tetap diam."