Senin, 02 Januari 2017

KRAK DES CHEVALIERS, BENTENG YANG TAK TERTEMBUS, DITAKLUKKAN DENGAN SECARIK KERTAS



Sebuah bangunan nan gagah terbuat dari batu tebal, benteng Krak Des Chevaliers berkilau diterpa sinar matahari di bawah birunya langit. Suasana sepi sekitarnya seolah merahasiakan bahwa dirinya pernah menjadi rebutan pasukan-pasukan terbesar di masa lampau.



April, pagi hari, tahun 1271...
Melalui gerbang, mengular keluar barisan panjang pasukan berkuda. Mereka mengenakan baju zirah-rantai (chainmail) yang mengkilat diterpa matahari, serta tertutupi oleh jubah yang terbuat dari wool hitam. Pada dada besi mereka, dapat terlihat salib putih simbol para Ksatria Salib Hospitaller. Dulu, tugas mereka adalah untuk menjaga bangunan ini yang merupakan kunci penaklukkan Perang Salib, namun sekarang, masa keemasan mereka telah selesai. Banyak yang menunggang kudanya tanpa helm, beberapa lainnya bahkan masih mengenakan perban dengan bercak merah darah. Atau dengan bagian tubuh yang digips. Kenyataannya, mereka telah kalah. Tetapi kepala mereka tetap diangkat tinggi, menjaga martabat sebagai para Ksatria Salib untuk tetap terlihat gagah meskipun telah menyerah. Kepala mereka naik, namun mata mereka turun melirik dingin pasukan Sultan yang hendak menggantikan mereka menempati benteng tersebut.

Krak Des Chevalier, tadinya adalah benteng kuat untuk para Ksatria Hospitaller. Dengan seluruh kekuatan dan ketabahannya, para ksatria mempertahankan benteng tersebut. Pada dasarnya, mereka akan dapat mempertahankan benteng itu lebih lama, kalau perlu sampai mati. Tetapi semua patah ketika sepucuk surat mereka terima di malam sebelumnya. Para ksatria yang bertahan di Krak Des Chevaliers nampaknya harus berpikir lagi kenapa semua ini terjadi? Kenyataannya, keruntuhan benteng gagah tersebut telah jatuh bahkan sebelum pengepungannya terjadi.


SULTAN BAIBARS YANG CERDIK

Dalam artikel sebelumnya yang berjudul "KISAH SAAT MONGOLIA DIBERHENTIKAN DI AIN JALUT" tokoh protagonisnya adalah Sultan Mesir Qutuz. di kisah tersebut, panglima Sultan Qutuz adalah Baibars yang memegang peran penting dalam memukul mundur pasukan Mongolia dari Timur Tengah. setelah Qutuz tutup usia, Baibars mengambil alih kepemimpinan Mamluk dan ini adalah kisahnya :

Sultan Baibars sudah pernah melakukan mars ke daerah tersebut setahun sebelumnya, membiarkan ternaknya merumput di sana dan mengambil keuntungan penuh dari sumber daya alam yang dimiliki benteng tersebut. Sultan Baibars inilah yang berhasil menendang horde Mongolia dari Timur Tengah dan menyetop mereka selamanya. Ia adalah seorang ahli strategi yang cerdik dan takkan memulai konflik yang tidak diperlukan. Pasukan Hospitaller tahu bahwa mereka telah memiliki lawan yang setimpal.

Bahkan ketika pasukannya berjumpa di kastil pasukan Salib, Sang Sultan memilih untuk membelokkan pasukannya dan mundur. Kabar datang kepadanya bahwa Perang Salib kedelapan telah dimulai, dipimpin oleh Raja Louis IX. Sang Sultan mundur untuk mengkonsolidasikan pasukannya. Ketika, setahun kemudian, sang Raja Prancis telah meninggal, Sultan Baibars tahu bahwa waktu untuk benteng Krak Des Chevalier telah tiba. Sekali lagi ia melepaskan tuan-tuan rumah di setiap daerah, kali ini, pasukannya terlihat tak dapat dihentikan. Kemanapun ia pergi, kastil-kastil kecil di wilayah sekitarnya akan jatuh kepadanya dengan perlawanan kecil. Di waktu saat dirinya telah sampai ke benteng utama Hospitaller, kemungkinan menangnya melawan para Salib itu sudah tipis. Meskipun pasukan Hospitaller kalah jumlah secara drastis dan menghadapi seorang ahli militer terkenal, mereka tetap tidak ingin menyerahkan bentengnya begitu saja. Setelah menawarkan perlindungan untuk banyak penduduk lokal dalam dinding-dinding tebal mereka, para Ksatria menutup rapat-rapat gerbang mereka dan bersiap untuk bertahan dari pengepungan.

Benteng Krak Des Chevaliers sangatlah luar biasa. Terbukti, meskipun para penyerang jauh lebih superior dari para penjaga, faktanya pasukan Salib di benteng itu masih punya keuntungan. Benteng ini dibuat secara spesifik memang untuk bertahan dari serangan yang brutal dan berkepanjangan, dengan fortifikasi yang hampir dua kali lebih tebal, lebih luas dan lebih kuat dari benteng-benteng di Eropa pada umumnya. Benteng itu dilengkapi dengan parit besar, beberapa tembok tinggi yang dijaga penuh, dan sebuah gerbang yang hanya bisa diakses melalui jalan yang panjang dan membingungkan. Fitur yang terakhir disebutkan itu adalah yang paling menawarkan tantangan besar, karena pada jalan gang menuju gerbang, langit-langit koridornya didesain sedemikian rupa dengan “lubang-lubang pembunuh”, yakni celah yang bisa digunakan para penjaga untuk melemparkan tombak, batu, atau senjata proyektil lainnya. Mereka juga bisa menuangkan minyak mendidih atau pasir panas kepada para pasukan yang mencoba masuk.

Hanya untuk mendekat ke gerbangnya saja sudah sangat sulit sekali, oleh karena itu Baibars menggunakan taktik lain. Setelah melempari benteng dengan ketapel dan mesin artileri lainnya, sang Sultan menyuruh pasukannya untuk ke bawah tanah. Yakni dengan menggali terowongan panjang di bawah salah satu menara di bagian barat daya benteng. Para penggali menyangga terowongan itu dengan tongkat-tongkat kayu agar tanah di atas mereka tidak ambles. Kemudian, setelah membenamkan fondasi menara tersebut, para penggali mengemas batang-batang kayu bersama dengan jerami kering dan bangkai babi kemudian membakarnya. Ketika penyangga kayunya ikut terbakar dan menjadi abu, menara di atasnya pun tenggelam dan runtuh. Lubang pun terbuka di dinding paling luar, dan Sultan Baibars pun memberikan perintah untuk menyerbunya. Pasukan penyerbu terdepannya pun langsung membanjiri sekitaran lubang dan masuk lewat lubang tersebut menuju kawasan terluar benteng. Di sana, mereka menghadapi perlawanan kecil karena di kawasan terluar itu adalah tempat para warga sipil berlindung kepada Ksatria Hospitaller. Para Ksatria itu sendiri masuk ke lapisan lebih dalam, mereka bertekad untuk bertarung sampai orang terakhir. Tembok bagian dalamnya jauh lebih mengesankan daripada bagian luar yang telah dikuasai pasukan Sultan. Melihat itu, sepertinya akan sangat sulit untuk menembusnya atau untuk memaksa para penjaga untuk keluar. Di posisi semacam itu, permainan tunggu menunggu pun tak terelakkan. Para penyerang yang mengepung sebuah benteng sampai berbulan-bulan adalah pemandangan biasa pada masa itu, biasanya mereka akan menunggu pasukan penjaga menyerah karena kehabisan suplai makanan, senjata, atau air bersih. Para Hospitaller punya akses untuk mendapatkan air bersih dari parit mereka, dan mereka juga punya makanan yang cukup untuk menahan serangan sampai berbulan-bulan. Dan meskipun jumlah mereka sangat timpang jauh dengan para penyerang, tetapi pasukan Ksatria yang masih bertahan sangat anti dalam mengkhianati Ordo dan sumpah mereka sebagaimana mereka anti dalam menyerah. Dengan bekal dan kekuatan moral seperti yang disebutkan, mereka sudah siap dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tetapi ekspektasi mereka tidak sesuai dengan realita.

Setelah jeda sepuluh hari dalam permusuhan terbuka, sebuah surat dilayangkan ke benteng tersebut. Surat tersebut ditandatangani oleh Grand Master Ordo Hospitaller itu sendiri, berisi instruksi yang simpel namun mengejutkan bagi para penjaga;
“Para penjaga harus menyerahkan bentengnya dan membuat perjanjian dengan Sultan dan orang-orangnya.”

Tentu sangat heran mereka mendapat surat itu, tetapi perintah adalah perintah. Secepatnya, para Ksatria di dalam Krak des Chevaliers mengirim keluar sekelompok orang untuk membuat perjanjian dengan Sultan atas menyerahnya mereka. Sang Sultan, yang merupakan seorang sportif dan pengampun, setuju untuk membiarkan seluruh pria, wanita, dan anak-anak untuk meninggalkan benteng tanpa dilukai. Ia bahkan menggaransi untuk memberikan para Hospitaller dan warga sipilnya jalur yang aman untuk mereka lewati. Dengan izin dari Grand Master mereka, para Ksatria pun menerima proposal itu dan pengepungan pun berakhir.

Maka terbukalah gerbang benteng tersebut pada pagi hari yang cerah di akhir musim semi tahun 1271. Pertumpahan darah telah selesai, para penjaga keluar dengan bangga, dan pasukan Sultan mulai memperbaiki kerusakan benteng yang sebelumnya mereka perbuat. Setelah berabad-abad benteng itu terlihat tak tertembus, kini ia telah jatuh oleh selembar kertas. Satu tanda tangan di bawah halaman kertas tersebut merubah sejarah selamanya.
Dan asal kalian tahu, tentu saja tanda tangan itu tidak dibubuhkan oleh Grand Master.

Banyak cerita yang beredar tentang siapa yang bisa meniru surat resmi tersebut, apakah sultan sendiri atau dia menyuruh orang lain? tetapi semua keraguan tetap saja berakhir dengan pujian bahwa kecerdikan sang Sultanlah yang telah mengidekan hal itu. Dengan cara yang begitu luar biasa, Sultan Baibars menghindari pertumpahan darah dan pengepungan yang kejam dengan secara simpel memberikan izin para Hospitaller untuk menyerah.

Kecerdasan terbukti dapat melampaui seberapapun tebalnya tembok Krak Des Chevalier.



Ksatria Salib Hospitaller


Prajurit Mamluk dengan zirah penuh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan segala hormat, silahkan berkomentar dengan sopan. mengingat sabda Rasulullah (SAW); "Bicaralah dengan kata-kata yang baik, atau tetap diam."